Buhairah
meninggalkan Iblis dan kembali ke kota Busrah saat fajar tengah berpendar
dengan lembut. Rasulullah saw menemuinya persis di gerbang kota. Buhairah
membuka mulutnya untuk bicara, tapi Rasulullah saw berkata, “Jangan pedulikan
dia; dia sudah didengar 700 ribu kali sejak yang pertama. Masalahnya adalah
masalah Allah, bukan masalahmu, dan engkau tidak diijinkan untuk
mempertanyakan-Nya. Jangan menanggung resiko kutukan yang diakibatkan oleh si
Iblis sendiri, dengan bersujud kepada Iblis sebelum kepada Allah – sadar atau
tidak. Ingat saja di mana posisi Iblis sebenarnya. Bahkan dengan air mata dan
hati yang membara, ia mampu memenuhi janjinya pada Allah: ‘… dan pasti aku
akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di
antara mereka.’1 Jangan mengambil jalan yang memang bukan
jalanmu.
Baca part berikutnya
Allah
Mahaperkasa. Engkau tunduk pada-Nya bahkan tanpa disadari. Tapi akan jauh lebih
baik untuk tunduk dengan sedikit pemahaman daripada tanpa disadari.
Penghambaan sepenuhnya pada Allah bermakna bahwa perbuatan-Nya bukanlah untuk
engkau pahami. Yakinilah hal yang satu ini, niscaya engkau akan termasuk dalam
golongan orang-orang yang bijak. Jika engkau berusaha untuk memahami hal
lainnya tanpa mampu memahami dan meyakini yang satu ini, maka engkau tak ada
bedanya dengan Iblis.
Setelah
Yunus meramalkan kehancuran kota Ninawa, ia pergi meninggalkan kota itu dan
mendaki bukit ke arah timur. Allah menciptakan sebuah pohon belukar baginya tak
jauh dari situ.2 Di balik naungan pohon, Yunus menunggu sampai Allah
menghancurkan Nainawa, seperti telah dijanjikan padanya.Tapi karena masyarakat
kota itu telah bertobat dan mengindahkan wahyu yang disampaikan Yunus, Allah
mengampuni kota tersebut dan memaafkan yang berdosa. Kehancuran yang dijanjikan
tak jadi datang.
Yunus
berkata, ‘Kuramalkan hari kehancuran bagi mereka; tapi Engkau mengampuni.
Mereka telah melakukan dosa, namun Engkau tetap mengampuni mereka. Mengapa ?’
Di pagi
harinya, pohon itu terbakar, dan Yunus pun gemetar melihatnya – sinar mentari
menyengatnya.
Allah
berfirman, ‘Kepada-Ku berpulang semua alasan, dan Aku – dalam segala hal –
adalah Yang Mahaadil. Ketidaktahuanmu perihal alasan-alasan ini, tidaklah
membuat-Ku menjadi tidak adil. Di tangan-Ku terletak kehancuran dan kemakmuran.
Perbuatan-Ku bukan untuk dipertanyakan, perbuatan kalianlah yang patut
dipertanyakan.
Tidak kuutus
seorang nabi ke Nainawa, kecuali sebagai janji pembebasan bagi mereka. Murka
dan ampunan, keduanya hanya menjalankan perintah-Ku.
Jika memang
kehendak-bebas itu tidak ada, jika manusia tidak mampu mengubah nasib mereka,
untuk apa ada janji ampunan ?3 Untuk apa Kuutus engkau kepada mereka
jika takdir-Ku memang tidak bisa diubah ?4 Jika Aku harus
menghancurkan yang jahat di manapun mereka berada, niscaya tak seorang pun dari
kalian yang tersisa saat ini.
Ketahuilah,
Kutumbuhkan semak itu sebagai tanda kasih-Ku padamu. Kuhancurkan semak yang
sama sebagai pengingat bagimu, sebagaimana wahyu-Ku yang engkau sampaikan
kepada rakyat Nainawa. Mereka bertobat setelah mendengar seruanmu, karena itu
mereka tetap hidup. Belajarlah dari pertobatan mereka.’”
Rasulullah
saw melanjutkan, “Iblis dan aku hadir sebagai bukti kekuasaan Allah atas mahluk-Nya,
sekaligus juga sebagai bukti kebebasan mereka dalam memilih.
Engkau
begitu mudah digelisahkan oleh kesesatan kaum Marcionites. Cermatilah
klaim mereka lebih baik lagi; betapa mudahnya kesesatan mereka disingkap !
Ingatlah ketika pemuda itu berkata, ‘Ada Tuhan Bapak, dan lawannya adalah demiurge;
namun Tuhan akan menang.’ Tapi menurut kaum Marcionites, Tuhan Bapak
adalah ‘Prima Causa’, yang menjadi sumber dan awal segalanya.
Percayalah, segala kesulitanmu tak akan pernah selesai dengan meyakini kesesatan
kaum Marcionites. Engkau sendiri sebenarnya sudah memenangkan
argumentasi itu tanpa engkau sadari dengan mengatakan, ‘Hanya ada satu Tuhan,
Tuhan Yang Maha Esa. Kekuasaan-Nya mutlak atas seluruh jagat; jika tidak Ia tak
pantas menyandang nama Tuhan.’ Jawaban ini sesungguhnya menyelamatkanmu dari
ketergelinciran. Ingatlah dalam hatimu ketika kaum Marcionites berkata,
‘Jika memang hanya ada satu Tuhan, dan apabila Tuhan Bapak serta Yahweh-nya
bangsa Yahudi itu sebenarnya sama, maka Tuhan pasti sudah gila – atau Ia memang
gila sejak awal ! Bisakah kau menjelaskan kegilaan-Nya ? Tanggalkanlah
keyakinan monoteismemu; berpalinglah dari bisikan Yahweh ! Hanya dengan
melakukan hal ini maka pintu kebijaksanaan dan pengetahuan suci akan terbuka
bagimu. Inilah sebabnya mengapa para pendeta dan uskupmu menolak kami dan
menyuruh kalian untuk tidak berbicara pada kami. Karena jika kami berhasil
membuka mata kalian, siapa yang akan menghidupi mereka ? Siapa yang akan
membiayai katedral mereka ? Pesta-pesta mereka ? Dan gundik-gundik mereka ?
Kalian pendeta Kristen benar-benar pendeta bagi demiurge sebagaimana
kaum Yahudi sebelum kalian. Kalian meracuni dunia dengan dongeng konyol yang
sungguh-sungguh tidak nyata !’”
—oOo—
Si pemuda
kemudian melemparkan sobekan-sobekan Taurat (Perjanjian Lama) ke dekat kaki
Buhairah. Buhairah membungkuk dan mengumpulkan sobekan-sobekan tersebut, lalu
mebisikkan ‘nama Allah yang tersembunyi’. Sekejap kemudian Taurat itu utuh lagi
di tangan Buhairah. Si pemuda memekik, “Apa yang telah kau lakukan ?”
Buhairah
berkata, “Kata-katamu tadi benar adanya.
Tidak ada
pohon baik
yang
menghasilkan buah jelek;
begitu pula,
pohon jelek
tidak akan
menghasilkan buah yang baik.
Masing-masing
pohon dikenali
dari buah
yang dihasilkannya.
Namun,
sedemikian beranikah kau menghakimi Tuhanmu sendiri – Yang tak akan pernah bisa
kau imani ataupun pahami – hanya dengan standar-standar manusiawi ? Allah
bukanlah untuk dihakimi; tidak pula standar-standar manusiawi dapat diterapkan
pada-Nya. Kau dilarang membunuh, tapi setiap hari ribuan nyawa tak dikenal
melayang juga atas perintah-Nya. Apa dengan begitu, kau sebut Dia sebagai
Pembunuh ? Ketika kau membeli emas, perlukah kau tanyakan kemasakannya –
seperti saat kau membeli buah ? Inilah awal kesesatanmu: kau terapkan
standar-standar ini pada Allah. Seenaknya saja kau hakimi Dia menurut
ciptaan-Nya, tanpa memiliki kejujuran untuk menilai Dia menurut kuasa-Nya. Dari
mana sebenarnya demiurge itu berasal ? Apakah dia tercipta dengan
sendirinya ?”
Si pemuda
berkata, “Dia tercipta setelah Yang Utama.”
Buhairah
berkata, “Tapi bukankah kau bilang demiurge itu setara dengan Tuhan
Bapak ?”
Si pemuda
berkata, “Tidak ! Demiurge datang setelah Tuhan Bapak, dan karena itu
berada di bawah-Nya.”
Buhairah
berkata, “Jadi, Tuhan Bapak adalah Yang Mahakuasa ?”
Si pemuda
menjawab, “Ya.”
Buhairah
berkata, “Kalau begitu, demiurge berada di bawah kekuasaan Tuhan Bapak.
Tapi keyakinanmu tetap tak menjawab pertanyaanku. Kau datang sekonyong-konyong
padaku dan memuntahkan segala omong kosong yang kau anggap sebagai agama ini.
Kau bilang padaku, ‘Tuhanmu Yang Esa itu mengontradiksi diri-Nya sendiri,
karena Dia mengizinkan angkara murka dan kejahatan. Dengan demikian, Tuhanmu
Yang Esa sebenarnya adalah dewa rendahan, karena diciptakan oleh Tuhan Yang
Mahakasih. Dan demiurge, dalam kontradiksinya, menciptakan kejahatan.’
Tapi
kemudian, lagi-lagi dengan logikamu sendiri kau katakan bahwa Tuhan Bapak tetap
bersalah atas kejahatan yang tadinya kau tujukan pada demiurge, karena demiurge
itu sendiri adalah mahluk ciptaan dan berada di bawah kekuasaan Tuhan Bapak.
Teologimu itu bid’ah dan amat menyesatkan. Jika kau mengklaim bahwa demiurge
sang pencipta itu jahat, maka Tuhan Bapak adalah kaki-tangan kejahatan
tersebut.”
Si pemuda
berkata, “Tapi Tuhan Bapak tak bisa dianggap bertanggung jawab atas segala
kejahatan di dunia.”
Buhairah
berkata, “Yang kau bilang kejahatan itu sebenarnya tak lebih dari kebodohan dan
kecacatan persepsi. Kepada-Nya-lah berpulang segala alasan, dan Dia – dalam
segalanya – adalah Yang Mahaadil. Dia sama sekali tidak terikat pada
ketidaktahuan dan kebodohan kita. Jika kau menerima-Nya sebagai Yang Mahakuasa
atas segala sesuatu, maka kau juga harus menerima bahwa perbuatan-Nya tidak
untuk dinilai berdasarkan hukum-hukum penalaran umat manusia. Segalanya di
jagat ini dibukakan bagi manusia sesuai dengan kapasitas pemahaman masing-masing
mereka, bukan berdasarkan kebenaran-Nya. Tapi seenaknya saja kau isi ember
dengan air garam dan mengatakan, ‘Lihat ! Inilah lautan !’
Kembalilah
kepada kaummu. Katakan pada mereka apa yang telah kukatakan. Barangkali saja
mereka mau bertobat dan beralih untuk menghamba pada Allah.”
Si pemuda
(Iblis) berkata, “Kau telah ‘mengganyang’-ku dua kali, Buhairah. Tapi aku tak
mungkin mengubah keyakinan kaum Marcionites; mereka justru akan
menuduhku sebagai pengikut demiurge.
Bagi
sebagian orang, tangan putih kebenaran tampak sebagai penyakit lepra – sama
sekali bukan pembuktian. Namun bagi yang lain, tangan putih yang sama mampu
menggantikan kebenaran yang diwakilinya.
Tapi
janganlah kau katakan – seperti kau bilang tadi, bahwa aku ini selamanya
dikutuk. Aku memang berdosa. Tapi aku memiliki harapan akan pengampunan-Nya dan
tidak putus asa akan cinta-Nya. Pintu maaf-Nya tidaklah tertutup buatku, tapi
tidak pula cobaan bagiku mengenal akhir. Kata-kata dan tuduhanmu adalah hal
yang sangat memalukan… berkoar seperti orang-orang Israel yang telah mengatakan
sebelum kau bahwa dalam segala hal tangan-tangan kekuasaan-Nya terikat. Adalah
sangat konyol untuk membayangkan bahwa keadilan manusia sanggup mengatur atau
memerintah-Nya. Justru sebaliknya, keadilan berada di bawah telapak kaki
kekuasaan-Nya, dan hanya melalui-Nya-lah keadilan bisa dikenal dan diketahui.
Dialah Sang Hakim Yang Mahaadil dari segala yang adil. Karena itu, jangan
sekali-kali menghakimi tindakan-Nya menurut anggapanmu yang rapuh tentang keadilan.
Tapi sebaliknya, nilailah gagasanmu tentang keadilan melalui tindakan-Nya.
Hukum-Nya (sunatullah) bukanlah tuan bagi-Nya. Tidak. Hukum-Nya juga
mengabdi pada-Nya dan hanya dengan mengabdi pada-Nya maka hukum itu layak
dipatuhi.
Dan ingatlah
kata-kataku, ‘Walaupun aku telah jatuh, aku akan bangkit kembali. Walaupun aku
duduk dalam kegelapan, Allah akan menjadi Pelita bagiku.’”
—oOo—
Rasulullah
saw berkata, “Sadarlah, Buhairah. Iblis masing meninggalkan sepenggal keraguan
lagi di dalam dirimu. Utarakanlah keraguanmu, maka aku akan membantumu.”
Buhairah
berkata, “Iblis telah berdosa kepada Allah dan dibuang dari surga karenanya.
Aku tak akan lagi mempertanyakan keadilan dalam soal ini. Adam pun dibuang dari
surga, tapi Allah mau memaafkan Adam sementara Iblis masih dibiarkan menanggung
kutukan-Nya. Iblis menuntut bagian atas ampunan-Nya. Maukah Allah mengabulkan
?”
Rasulullah
saw berkata, “Dosa kesombongan tidak serta-merta menghalangi Iblis dari
hadirat-Nya. Masalahnya adalah, Iblis menyalahkan Allah atas kesombongan itu.
Ingatlah ketika Musa meninggalkan kaumnya untuk berdialog dengan Allah di
puncak gunung. Selama berhari-hari anak-anak Israel menantinya. Tapi rupanya
kesabaran mereka memang pendek. Samiri setuju saja dengan mereka yang
mengatakan, ‘Musa tidak akan kembali. Entah dia telah meninggalkan kita atau
bahkan sudah mati dihukum Allah. Namun kita harus tetap mempertahankan iman
kita pada-Nya Yang telah membebaskan kita dari belenggu Fir’aun.’ Dengan alasan
itu, Samiri kemudian membuat sebuah berhala berwujud anak sapi, terbuat dari
emas. Lalu ia berkata, ‘Lihat ! Inilah Tuhan Yang telah membebaskan kita dari
belenggu Fir’aun !’ Dan berbondong-bondonglah anak-anak Israel menyembah
berhala.
Sekembalinya
dari puncak gunung, tentu saja Musa gusar melihat hal ini. Tapi ia tahu siapa
yang bertanggung jawab dan segera pergi mencari jawaban. Ia berkata pada Harun,
‘Apa-apaan ini ? Anak sapi ini sosok berhala. Bagusnya dibakar, bukan disembah
! Mengapa kau biarkan ?’
Harun
langsung berlutut dan memohon maaf tanpa mengutarakan alasan macam-macam.5
Saat Musa
bertanya kepada Samiri, Samiri berbisik, ‘Ini tak seperti yang kau lihat, wahai
Musa. Sepeninggalmu, aku membuat berhala itu, tapi kutebarkan tanah bekas
jejakmu di atasnya. Dengan demikian, aku tetap mempertahankan imanku kepadamu
dengan meninggikanmu.’
Dengan geram
Musa berkata, ‘Kukutuk dan kuusir kau ! Barang siapa yang melanggar perintahku,
ia bukanlah sahabatku !’
Samiri
berkata, ‘Bagaimana dengan Harun ? Dia tak bisa mencegahnya ! Hukuman yang sama
mestinya juga dijatuhkan baginya.’
Musa
berkata, ‘Dia segera memohon maaf tanpa mengutarakan alasan macam-macam.
Sedangkan kau, sudah bersalah tapi masih berani beralasan macam-macam dan
menyebut dirimu beriman. Kau bukanlah sahabatku, apa pun katamu !’
Ketika Allah
memberi kesempatan pada Adam untuk berdalih, Adam menolak dan hanya menunjukkan
penyesalannya, sementara Iblis belum lagi bertobat. Semua yang dikatakannya
(Iblis) padamu – semua hanya penyangkalan dan pelemparan kesalahan.”
Rasulullah
saw kemudian berkata, “Telah kuungkapkan semua ini kepadamu sebelumnya, tapi
walaupun engkau menyimak, rupanya engkau belum memahami. Iblis itu layaknya
batu dalam genggaman tanganmu. Ia adalah berhala keraguan yang cenderung
digandrungi umat manusia – bahkan saat mereka memasuki istana
kehadiran-Nya. Terserah padamu untuk membuang atau menggenggam batu itu
erat-erat. Keputusanmu akan menetukan apakah selama ini engkau beriman atau
tidak.”
Catatan :
1 QS Al Hijr
39 – 40
2 “Dan kami
tumbuhkan untuk dia (Yunus) sebatang pohon dari jenis labu” (QS Ash Shaaffaat
146)
3 Islam telah
menegaskan prinsip keadilan, kemuliaan akal, kebebasan memilih (kehendak-bebas)
pada manusia, dan hukum yang bijak (sunatullah) di alam ini, dengan tidak
sedikit pun menodai keesaan-Nya, tanpa menjadikan semua itu sebagai sekutu di
“kerajaan-Nya”. Islam mengakui takdir Allah tanpa harus mengubah manusia
menjadi sekadar alat yang dijalankan menuju takdir Allah tersebut.
Sebagai
contoh, anggaplah Anda seorang masinis kereta api listrik. Kabel listrik
terbentang sepanjang jalur kereta api itu. Bilamana arus listrik tidak tersalur
melalui kabel itu, maka kereta api akan terhenti. Tak diragukan lagi, Anda
bebas. Anda dapat menghentikan atau menggerakkan kereta api itu kapan pun Anda
inginkan, menurut kecepatan yang Anda kehendaki. Namun, walaupun Anda menikmati
kebebasan itu, orang yang menyalurkan listrik pada setiap saat, dapat memaksa
Anda untuk berhenti, karena seluruh kemampuan dan kekuatan Anda terletak pada
arus listrik dan orang yang berwenang mengalirkannya.
Jadi, kita
memang memiliki kehendak-bebas, namun pada saat yang sama kita juga berada
dalam genggaman kekuasaan-Nya dan bergantung pada-Nya.
4 Masalah
penentuan nasib atau qadha dan qadar, termasuk di antara masalah-masalah
filosofis yang pelik dan rumit. Qadha adalah ketetapan Ilahi, sedangkan qadar
adalah sebab-sebab yang diusahakan manusia yang berujung pada qadha.
Singkatnya, qadar adalah penyiapan potensi, sementara qadha adalah aktualisasi.
Tentu saja, kualitas aktualisasi berdasarkan potensi yang disiapkan.
Istilahnya, keluaran (output) bergantung pada masukan (input).
Berbagai
riwayat keagamaan dan isyarat-isyarat Al Quran berbicara tentang takdir yang
definitif (tetap) dan takdir yang tidak definitif (berubah). Sebagai contoh,
semua manusia ditakdirkan pasti akan mati, ini adalah takdir yang definitif,
namun masalah kapan waktunya dan apa penyebab kematian itu, ini merupakan
takdir yang tidak definitif. Qadha tentang waktu dan penyebabnya, tergantung
sebab-sebab yang diusahakan manusia itu sendiri.
Setiap
kejadian, termasuk di dalamnya perbuatan manusia, menjadi definitif (terlaksana
qadha baginya) jika telah sempurna sebab-sebab dan lantaran-lantarannya. Setiap
kejadian pun memperoleh bentuk dan ciri khasnya dari sebab-sebab yang
mewujudkannya.
5 Nabi Harun
telah berusaha mencegah kaumnya dari menyembah berhala, namun ia tidak
berhasil.
Baca part berikutnya
No comments:
Post a Comment