Allah hadir di mana-mana.”
Dia azh-Zhahir sekaligus al-Bathin. Dia adalah azh-Zhahir yakni Yang nampak
dengan jelas melalui ayat-ayat di pentas alam raya ini yang merupakan
bukti-bukti wujud dan keesaanNya. Nalar tidak dapat membayangkan betapa alam
raya dapat wujud apalagi dengan segala keindahan, keserasian, dan
keharmonisasian, tanpa kehadiranNya. Dia menunjukkan kita kerajaan dan
kekuasaanNya, dengan menyadarkan kita bahwa dalil-dalil wujudNya terbentang di
mana-mana. Segala sesuatu yang diciptakanNya, walau yang bisu sekalipun adalah
hujjah yang berbicara tentang wujudNya. Mata tidak melihatNya tetapi Dia berada
di balik setiap ciptaanNya.
Artinya : Mereka Hanya mengetahui yang lahir (saja) dari
kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.
Memang Dia juga adalah
al-Bathin, yakni yang tersembunyi hakikat, Dzat dan sifatNya, bukan karena
tidak jelas, tetapi justru karena Dia sedemikian jelas, sehingga mata dan
pikiran silau, bahkan tumpul dan tak mampumemandangNya.
Seandainya matahari
tidak beredar, maka kita dapat menduga bahwa cahaya yang terlihat di pentas
bumi ini, bersumber dari masing-masing benda. Kita tidak akan mendugak bahwa
dia adalah akibat cahaya matahari. Tetapi karen matahari menghilang dari ufuk,
dan terbenam, maka ketika itu kita sadar bahwa penyebabnya adalah matahari, dan
bahwa matahari ada wujudnya. Jika demikian “Seandainya dimungkinkan ketiadaan
wujud Allah dibalik alam ini, maka ketika itu kita akan sepenuhnya yakin bahwa
segala wujud adalah bersumber dari wujud Allah Swt (Fakhruddin ar-Razi). Imam
al-Ghazali menulis “KetersembunyianNya disebabkan oleh kejelasanNya yang luar
biasa, dan kejelasanNya yang luar biasa disebabkan oleh ketersembunyianNya.
CahayaNya adalah tirai cahayaNya, karena semua yang melampaui batas akan
berakibat sesuatu yang bertentangan denganNya.”
Bukti-bukti dan tanda-tanda
wujud dan keesaanNya terangkum dalam Ayat-ayatNya. Ayat-ayat itu menunjukkan
bahwa Allah wujud dan “berada” di mana-mana. Ayat-ayat itu mampu membimbing
manusia mencapai puncak evolusinya dan melaksanakan tugas-tugasnya sebagai hamba
dan khalifah Allah dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Ayat-ayat itu merpukan
pelajaran berharga bagi yang hendak memperhatikannya, sekaligus dapat menjadi
siksa bagi yang mengabaikannya. Ayat-ayat dan tanda itu dapat juga merupakan
latihan olah jiwa yang pada akhirnya menjadikan wawasan pemerhatinya, meluas
melampaui alam fisika, masuk ke alam metafisika sambil merasakan kenikmatan
ruhani.
Siapa yang pada mulanya
menemukan kesulitan dalam memahaminya, maka Allah berjanji akan mempermudah
baginya. Demikian firmanNya yang dikuatkanNya dengan sumpah menyangkut Alquran
pada QS. Al-Qamar [54] ayat 17,22,32 dan 40.
Artinya : Dan Sesungguhnya Telah kami mudahkan Al-Quran untuk
pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran?
Menyangkut ayat-ayatNya di alam raya Dia berjanji
bahwa :
Artinya : Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda
(kekuasaan) kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga
jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa
Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?
Kata Kami yang
digunakan pada ayat tersebut di atas mengandung isyarat tentang perlunya
keterlebitan dan kesungguhan manusia untuk merenung dan memperhatikan agar
Allah turun tangan memperlihatkan makna dan pesan ayat-ayatNya.
Harus diingat bahwa memperhatikan ayat-ayat Allah,
tidak hanya dengan kecerdasan berpikir atau mata kepala, tetapi juga dengan
kecerdasan spiritual dan emosional, atau mata hati. Itulah yang akan mengantar
kepada pertemuan denganNya yang ditandai oleh ayat-ayat itu, yakni dengan Allah
Swt. Tanpa keterlibatan kecerdasan emosional dan spiritual, tanda-tanda itu
tidak akan terjangkau, persis seperti orang yang akan menikmati merdunya musik.
Dengan menggunakan matanya sambil menutup telinganya. Inilah yang menjadikan
sementara orang pada masa Jahiliah yang lalu atas nama takhayul dan tradisi
atau masa Jahiliah modern dewasa ini atas nama penelitian dan eksperimen
menjadikan mereka semua tidak memahami kecuali fenomena yang mereka lihat
dengan mata kepada dan melupakan siapa di balik fenomena itu atau dalam bahasa
Alquran :
Ada satu peringatan yang digarisbawahiNya yaitu :
Artinya : Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan
dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku.
mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. dan
jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau
menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus
memenempuhnya. yang demikian itu adalah Karena mereka mendustakan ayat-ayat
kami dan mereka selalu lalai dari padanya.
Ayat di atas merupakan ancaman kepada setiap yang
angkuh bahwa Allah akan memalingkan mereka melihat dengan pandangan i’tibar
ayat-ayat Allah, baik yang terhampar di alam raya, maupun yang termaktub dalam
Alquran. Dengan demikian walau seandainya mereka melihat ayat-ayat tersebut
dengan pandangan mata atau mengetahui dengan nalar aneka fenomena, mereka tetap
tidak dapat memfungsikan dan memanfaatkannya sebagai bukti keesaan dan
kekuasaan Allah Swt.
Ketika
sebuah gelas jatuh ke bawah, maka hal ini sungguh mengagumkan akan tetapi
karena ia telah terjadi berulang-ulang, maka terjadi pula erosi kekaguman
akibat kebiasaan-kebiasaan itu, baik karena kita mengetahui penyebabnya yakni
daya tarik bumi, maupun tidak. Gelas yang sama berada di luar angkasa atau
berada di luar jangkauan daya tarik bumi, tidak akan terjatuh ke bawah, tetapi
akan mengawang-awang di angkasa. Ini sungguh menakjubkan karena ia tidak sering
kita lihat. Kedua peristiwa itu pada mulanya sama saja mengagumkannya. Alam
raya dengan segala peristiwa adalah ayat-ayat.
Setiap orang semestinya percaya dan mengakui sepenuhnya bahwa kesemuanya
berjalan konsisten sesuai dengan hukum-hukum yang ditetapkan Allah. Tetapi pada
saat yang sama, setiap muslimpun harus sadar bahwa tidak tertutup kemungkinan
bagi terjadinya peristiwa-peristiwa yang berbeda dengan kebiasaan-kebiasaan
yang kita lihat itu bila Allah menghendaki karena baik yang terlihat
sehari-hari maupun tidak, pada hakikatnya, keduanya adalah ayat-ayat Allah. Keduanya sama menakjubkan serta mengagumkan, hanya
saja yang pertama telah mengelami erosi karena kebiasaan dan yang kedua belum
mengalaminya. Bagi seorang mukmin, kebiasaan-kebiasaan itu tidak menghilangkan
kekagumannya, apalagi menjadikannya melupakan Allah, Yang menetapkan dan
mengatur semua itu, dan menjadi Penyebab segala sebab, kendati sang Mukmin
mengetahui hukum alam menyangkut terjadinya kebiasaan-kebiasaan itu. Adapaun
yang angkuh, maka walaupun ia mengetahui rahasianya, lebih-lebih apabila ia
telah mengetahui hukum alam yang berkaitan dengannya, maka ia tidak melihat
ataupun memahami pada peristiwa-peristiwa itu kemahakuasaaan Allah Swt. Ini
karena dia berpaling dan Allahpun karena sikapnya itu memalingkannya dari
ayat-ayat itu. Itulah akibat keangkuhannya, baik keangkuahan ilmiah ataupun
selainnya.
Mengabaikan
tanda-tanda kehadiran Allah, menjadikan hati gersang dan kacau, dan ini pada
gilirannnya mengundang menjauhnya rahmat Allah dan datangnya bencana. Semoga
kita semua terpelihara dari bencana serta dapat menangkap dan menghayati
ayat-ayat Allah baik yang terhampar maupun yang tertulis. Wa Allah A’lam
Referensi : M.Quraish Shihab, Dia Di Mana-Mana “Tangan” Tuhan Di balik Setiap Fenomena, Jakarta :
Lentera Hati,2004
No comments:
Post a Comment