Monday, 11 January 2016

Bukti-Bukti Kehadiran Allah (dalam ayat-ayatNya)

Allah hadir di mana-mana.” Dia azh-Zhahir sekaligus al-Bathin. Dia adalah azh-Zhahir yakni Yang nampak dengan jelas melalui ayat-ayat di pentas alam raya ini yang merupakan bukti-bukti wujud dan keesaanNya. Nalar tidak dapat membayangkan betapa alam raya dapat wujud apalagi dengan segala keindahan, keserasian, dan keharmonisasian, tanpa kehadiranNya. Dia menunjukkan kita kerajaan dan kekuasaanNya, dengan menyadarkan kita bahwa dalil-dalil wujudNya terbentang di mana-mana. Segala sesuatu yang diciptakanNya, walau yang bisu sekalipun adalah hujjah yang berbicara tentang wujudNya. Mata tidak melihatNya tetapi Dia berada di balik setiap ciptaanNya.

Memang Dia juga adalah al-Bathin, yakni yang tersembunyi hakikat, Dzat dan sifatNya, bukan karena tidak jelas, tetapi justru karena Dia sedemikian jelas, sehingga mata dan pikiran silau, bahkan tumpul dan tak mampumemandangNya. 
Seandainya matahari tidak beredar, maka kita dapat menduga bahwa cahaya yang terlihat di pentas bumi ini, bersumber dari masing-masing benda. Kita tidak akan mendugak bahwa dia adalah akibat cahaya matahari. Tetapi karen matahari menghilang dari ufuk, dan terbenam, maka ketika itu kita sadar bahwa penyebabnya adalah matahari, dan bahwa matahari ada wujudnya. Jika demikian “Seandainya dimungkinkan ketiadaan wujud Allah dibalik alam ini, maka ketika itu kita akan sepenuhnya yakin bahwa segala wujud adalah bersumber dari wujud Allah Swt (Fakhruddin ar-Razi). Imam al-Ghazali menulis “KetersembunyianNya disebabkan oleh kejelasanNya yang luar biasa, dan kejelasanNya yang luar biasa disebabkan oleh ketersembunyianNya. CahayaNya adalah tirai cahayaNya, karena semua yang melampaui batas akan berakibat sesuatu yang bertentangan denganNya.”

Bukti-bukti dan tanda-tanda wujud dan keesaanNya terangkum dalam Ayat-ayatNya. Ayat-ayat itu menunjukkan bahwa Allah wujud dan “berada” di mana-mana. Ayat-ayat itu mampu membimbing manusia mencapai puncak evolusinya dan melaksanakan tugas-tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Ayat-ayat itu merpukan pelajaran berharga bagi yang hendak memperhatikannya, sekaligus dapat menjadi siksa bagi yang mengabaikannya. Ayat-ayat dan tanda itu dapat juga merupakan latihan olah jiwa yang pada akhirnya menjadikan wawasan pemerhatinya, meluas melampaui alam fisika, masuk ke alam metafisika sambil merasakan kenikmatan ruhani.

Siapa yang pada mulanya menemukan kesulitan dalam memahaminya, maka Allah berjanji akan mempermudah baginya. Demikian firmanNya yang dikuatkanNya dengan sumpah menyangkut Alquran pada QS. Al-Qamar [54] ayat 17,22,32 dan 40.

Artinya : Dan Sesungguhnya Telah kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran?



Menyangkut ayat-ayatNya di alam raya Dia berjanji bahwa :


­
Artinya : Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?

Kata Kami yang digunakan pada ayat tersebut di atas mengandung isyarat tentang perlunya keterlebitan dan kesungguhan manusia untuk merenung dan memperhatikan agar Allah turun tangan memperlihatkan makna dan pesan ayat-ayatNya.

Harus diingat bahwa memperhatikan ayat-ayat Allah, tidak hanya dengan kecerdasan berpikir atau mata kepala, tetapi juga dengan kecerdasan spiritual dan emosional, atau mata hati. Itulah yang akan mengantar kepada pertemuan denganNya yang ditandai oleh ayat-ayat itu, yakni dengan Allah Swt. Tanpa keterlibatan kecerdasan emosional dan spiritual, tanda-tanda itu tidak akan terjangkau, persis seperti orang yang akan menikmati merdunya musik. Dengan menggunakan matanya sambil menutup telinganya. Inilah yang menjadikan sementara orang pada masa Jahiliah yang lalu atas nama takhayul dan tradisi atau masa Jahiliah modern dewasa ini atas nama penelitian dan eksperimen menjadikan mereka semua tidak memahami kecuali fenomena yang mereka lihat dengan mata kepada dan melupakan siapa di balik fenomena itu atau dalam bahasa Alquran :



Artinya : Mereka Hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.

 Ada satu peringatan yang digarisbawahiNya yaitu :
 


Artinya : Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya. yang demikian itu adalah Karena mereka mendustakan ayat-ayat kami dan mereka selalu lalai dari padanya.

Ayat di atas merupakan ancaman kepada setiap yang angkuh bahwa Allah akan memalingkan mereka melihat dengan pandangan i’tibar ayat-ayat Allah, baik yang terhampar di alam raya, maupun yang termaktub dalam Alquran. Dengan demikian walau seandainya mereka melihat ayat-ayat tersebut dengan pandangan mata atau mengetahui dengan nalar aneka fenomena, mereka tetap tidak dapat memfungsikan dan memanfaatkannya sebagai bukti keesaan dan kekuasaan Allah Swt.

Ketika sebuah gelas jatuh ke bawah, maka hal ini sungguh mengagumkan akan tetapi karena ia telah terjadi berulang-ulang, maka terjadi pula erosi kekaguman akibat kebiasaan-kebiasaan itu, baik karena kita mengetahui penyebabnya yakni daya tarik bumi, maupun tidak. Gelas yang sama berada di luar angkasa atau berada di luar jangkauan daya tarik bumi, tidak akan terjatuh ke bawah, tetapi akan mengawang-awang di angkasa. Ini sungguh menakjubkan karena ia tidak sering kita lihat. Kedua peristiwa itu pada mulanya sama saja mengagumkannya. Alam raya dengan segala peristiwa adalah ayat-ayat. Setiap orang semestinya percaya dan mengakui sepenuhnya bahwa kesemuanya berjalan konsisten sesuai dengan hukum-hukum yang ditetapkan Allah. Tetapi pada saat yang sama, setiap muslimpun harus sadar bahwa tidak tertutup kemungkinan bagi terjadinya peristiwa-peristiwa yang berbeda dengan kebiasaan-kebiasaan yang kita lihat itu bila Allah menghendaki karena baik yang terlihat sehari-hari maupun tidak, pada hakikatnya, keduanya adalah ayat-ayat Allah. Keduanya sama menakjubkan serta mengagumkan, hanya saja yang pertama telah mengelami erosi karena kebiasaan dan yang kedua belum mengalaminya. Bagi seorang mukmin, kebiasaan-kebiasaan itu tidak menghilangkan kekagumannya, apalagi menjadikannya melupakan Allah, Yang menetapkan dan mengatur semua itu, dan menjadi Penyebab segala sebab, kendati sang Mukmin mengetahui hukum alam menyangkut terjadinya kebiasaan-kebiasaan itu. Adapaun yang angkuh, maka walaupun ia mengetahui rahasianya, lebih-lebih apabila ia telah mengetahui hukum alam yang berkaitan dengannya, maka ia tidak melihat ataupun memahami pada peristiwa-peristiwa itu kemahakuasaaan Allah Swt. Ini karena dia berpaling dan Allahpun karena sikapnya itu memalingkannya dari ayat-ayat itu. Itulah akibat keangkuhannya, baik keangkuahan ilmiah ataupun selainnya.

Mengabaikan tanda-tanda kehadiran Allah, menjadikan hati gersang dan kacau, dan ini pada gilirannnya mengundang menjauhnya rahmat Allah dan datangnya bencana. Semoga kita semua terpelihara dari bencana serta dapat menangkap dan menghayati ayat-ayat Allah baik yang terhampar maupun yang tertulis. Wa Allah A’lam

Referensi : M.Quraish Shihab, Dia Di Mana-Mana “Tangan” Tuhan Di balik Setiap Fenomena, Jakarta : Lentera Hati,2004

No comments:

Post a Comment