Dalam
sejarah peradaban musik belum pernah ada yang bisa mengartikan musik secara
jelas hanya dari kata-kata saja. Musik hanya akan bisa dipahami keberadaannya
jika kita memasuki dunia musik itu sendiri. Ada yang melarutkan diri dalam lagu
saja. Ada yang mencoba belajar lewat konsep dan alat-alat musik saja. Ada juga
yang mengalami kedua-duanya, disamping menikmati juga menjadikannya proses
pembelajaran.
Kita
selalu mengaitkan musik dengan musisi dan penikmat. Sebenarnya arti kata musisi telah menjadi
salah persepsi. Di era sekarang banyak individu yang menyatakan dirinya musisi
hanya karena punya grup band, tau banyak lagu, bangga bisa meniru band
dambaannya, bahkan ada yang beranggapan kalau ingin berjiwa musik haruslah kursus
dan sekolah musik. Apakah tindakan tersebut benar? Apakah hanya dengan memiliki
sebuah grup band bisa dikatakan sebagai musisi? Apakah dengan mengenal banyak
lagu dan mengetahui semua jenis musik bisa menjamin seseorang berjiwa musik?
Jiwa
musik sebetulnya tidak harus dicari karena seluruh individu diberikan anugerah
berupa potensi berbahasa musikal. Setiap diri kita sejak lahir diberi
kesempatan untuk berbahasa secara musikal. Itulah sebabnya bayi manapun bisa
diajak menari, menyanyi serta mencoba mengikuti ritme atau ketukan. Coba kita
pikirkan, bayi itu kan suci.
Musisi
tidak sebatas dimiliki orang kaya. Tidak harus jebolan sekolah musik. Tidak
harus menjadi terkenal. Tidak harus menjadi legenda. Coba pejamkan mata…kalau
tanpa harus mengheningkan cipta segala tapi ada suara-suara musik, apapun
bebunyian musiknya, itulah jiwa musik. Musisi yang sebenarnya adalah individu
yang ketika berjalan, tidur, mimpi, mandi, bekerja, dimanapun dia berada,
apapun yang dia lakukan selalu ditemani dengan nada-nada.
Setiap
detiknya adalah nada meskipun tak ada alat musik untuk memvisualisasikannya
karena setiap jejaknya adalah nada. Sayangnya, zaman sekarang yang nota bene
mengharuskan kita bekerja, mencari uang, berumahtangga dan tuntutan hidup
lainnya membuat jiwa musik kita terpinggirkan. Kita memang telah menjadi
dewasa, tetapi kesucian ketika kita bayi itu masih ada. Sama saja ketika kita
semua beranjak tidur dan menanti mimpi yang indah.
Bagaimana Bisa Musik mempengaruhi
Otak ?
Semua
jenis bunyi atau bila bunyi tersebut dalam suatu rangkaian teratur yang kita
kenal dengan musik, akan masuk melalui telinga, kemudian menggetarkan gendang
telinga, mengguncang cairan di telinga dalam serta menggetarkan sel-sel
berambut di dalam Koklea untuk selanjutnya melalui saraf Koklearis menuju ke
otak. Pertama, Musik akan diterima langsung oleh Talamus, yaitu suatu bagian
otak yang mengatur emosi, sensasi, dan perasaan, tanpa terlebih dahulu dicerna
oleh bagian otak yang berpikir mengenai baik-buruk maupun intelegensia. Kedua:
melalui Hipotalamus mempengaruhi struktur basal "forebrain" termasuk
sistem limbik, dan ketiga: melalui axon neuron secara difus mempersarafi
neokorteks. Hipotalamus merupakan pusat saraf otonom yang mengatur fungsi
pernapasan, denyut jantung, tekanan darah, pergerakan otot usus, fungsi
endokrin, memori, dan lain-lain. Seorang peneliti Ira Altschuler mengatakan
"Sekali suatu stimulus mencapai Talamus, maka secara otomatis pusat otak
telah diinvasi."
Baca Juga Musik : Sekelumit tentang Sejarahnya
Ada Juga Musik Rock dan Jenis Aliran Di Dalamnya
Baca Juga Musik : Sekelumit tentang Sejarahnya
Ada Juga Musik Rock dan Jenis Aliran Di Dalamnya
No comments:
Post a Comment