Monday, 11 January 2016

Semua Manusia Itu Berjiwa Musik

Dalam sejarah peradaban musik belum pernah ada yang bisa mengartikan musik secara jelas hanya dari kata-kata saja. Musik hanya akan bisa dipahami keberadaannya jika kita memasuki dunia musik itu sendiri. Ada yang melarutkan diri dalam lagu saja. Ada yang mencoba belajar lewat konsep dan alat-alat musik saja. Ada juga yang mengalami kedua-duanya, disamping menikmati juga menjadikannya proses pembelajaran.

Kita selalu mengaitkan musik dengan musisi dan penikmat.  Sebenarnya arti kata musisi telah menjadi salah persepsi. Di era sekarang banyak individu yang menyatakan dirinya musisi hanya karena punya grup band, tau banyak lagu, bangga bisa meniru band dambaannya, bahkan ada yang beranggapan kalau ingin berjiwa musik haruslah kursus dan sekolah musik. Apakah tindakan tersebut benar? Apakah hanya dengan memiliki sebuah grup band bisa dikatakan sebagai musisi? Apakah dengan mengenal banyak lagu dan mengetahui semua jenis musik bisa menjamin seseorang berjiwa musik?

Jiwa musik sebetulnya tidak harus dicari karena seluruh individu diberikan anugerah berupa potensi berbahasa musikal. Setiap diri kita sejak lahir diberi kesempatan untuk berbahasa secara musikal. Itulah sebabnya bayi manapun bisa diajak menari, menyanyi serta mencoba mengikuti ritme atau ketukan. Coba kita pikirkan, bayi itu kan suci.

Musisi tidak sebatas dimiliki orang kaya. Tidak harus jebolan sekolah musik. Tidak harus menjadi terkenal. Tidak harus menjadi legenda. Coba pejamkan mata…kalau tanpa harus mengheningkan cipta segala tapi ada suara-suara musik, apapun bebunyian musiknya, itulah jiwa musik. Musisi yang sebenarnya adalah individu yang ketika berjalan, tidur, mimpi, mandi, bekerja, dimanapun dia berada, apapun yang dia lakukan selalu ditemani dengan nada-nada.

Setiap detiknya adalah nada meskipun tak ada alat musik untuk memvisualisasikannya karena setiap jejaknya adalah nada. Sayangnya, zaman sekarang yang nota bene mengharuskan kita bekerja, mencari uang, berumahtangga dan tuntutan hidup lainnya membuat jiwa musik kita terpinggirkan. Kita memang telah menjadi dewasa, tetapi kesucian ketika kita bayi itu masih ada. Sama saja ketika kita semua beranjak tidur dan menanti mimpi yang indah.

Bagaimana Bisa Musik mempengaruhi Otak ?
Semua jenis bunyi atau bila bunyi tersebut dalam suatu rangkaian teratur yang kita kenal dengan musik, akan masuk melalui telinga, kemudian menggetarkan gendang telinga, mengguncang cairan di telinga dalam serta menggetarkan sel-sel berambut di dalam Koklea untuk selanjutnya melalui saraf Koklearis menuju ke otak. Pertama, Musik akan diterima langsung oleh Talamus, yaitu suatu bagian otak yang mengatur emosi, sensasi, dan perasaan, tanpa terlebih dahulu dicerna oleh bagian otak yang berpikir mengenai baik-buruk maupun intelegensia. Kedua: melalui Hipotalamus mempengaruhi struktur basal "forebrain" termasuk sistem limbik, dan ketiga: melalui axon neuron secara difus mempersarafi neokorteks. Hipotalamus merupakan pusat saraf otonom yang mengatur fungsi pernapasan, denyut jantung, tekanan darah, pergerakan otot usus, fungsi endokrin, memori, dan lain-lain. Seorang peneliti Ira Altschuler mengatakan "Sekali suatu stimulus mencapai Talamus, maka secara otomatis pusat otak telah diinvasi."

Baca Juga Musik : Sekelumit tentang Sejarahnya 
Ada Juga Musik Rock dan Jenis Aliran Di Dalamnya

No comments:

Post a Comment