Saturday 9 January 2016

Sejarah Munculnya Aliran Teologi dalam Islam

Teologi adalah disiplin ilmu yang mempelajari tentang keTuhanan. Menurut Ibnu Kaldun, Teologi adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah keimanan yang diperkuat dengan dalil – dalil rasional.

 Adapun ilmu yang berkaitan dengan Teologi Islam yakni :
·         Ilmu Tauhid yaitu Ilmu tentang keEsaan Tuhan.
·         Ilmu Kalam yaitu perkataan atau firman Allah.
·         Ilmu Akidah yaitu keyakinan kepada Allah
·         Ilmu Ushuluddin yaitu Ilmu yang membahas tentang pokok-pokok atau dasar-dasar agama.
·         Ilmu Fiqh yaitu Ilmu hukum yang berkenaan dengan amal yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.
2 
  Sejarah timbulnya persoalan – persoalan Teologi dalam Islam
`           Timbulnya aliran-aliran teologi dalam Islam tidak lepas dari fitnah-fitnah yang tersebar pasca meninggalnya Rasulullah saw dan sangat sulit untuk mencari penggantinya serta diawali juga oleh persoalan politik pada masa Khulafaur Rasyidin.
            Awal mula perpecahan bisa kita simak sejak kematian Utsman bin Affan r.a. Ahli sejarah menggambarkan sebagai sosok pemimpin yang lemah dan tak sanggup menentang ambisi keluarganya yang kaya dan berpengaruh itu untuk menjadi gubernur dan tindakan ini juga mendatangkan pengaruh yang sangat buruk bagi dirinya. Perasaan tidak senang akan kondisi ini mengakibatkan terjadinya pemberontakan yang berkumpul dan kemudian bergerak ke Madinah. Perkembangan suasana pemberontakan di Madinah ini, membawa pada pembunuhan Utsman oleh pemuka-pemuka pemberontak di Mesir.
            Setelah Utsman wafat, Ali bin Abi Thalib sebagai kandidat terkuat menjadi khalifah keempat. Tetapi segera ia mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin pula menjadi khalifah, terutama Talhah dan Zubeir yang mendapat dukungan penuh dari Aisyah yang mengakibatkan terjadinya peperangan antar pihak mereka. Perang inipun berakhir dengan mati terbunuhnya Talhah dan Zubeir, sementara Aisyah dikirim kembali ke Mekkah.
            Tantangan kedua datang dari Mu’awiyah, Gubernur Damaskus dan keluarga dekat Utsman. Ia menuntut Ali agar menghukum pembunuh Utsman bahkan Ali dituduh campur tangan dalam soal pembunuhan itu dengan membuat isu rasional terkait pembunuh Utsman yang terjadi di Mesir. Dalam pertempuran ini (Perang Siffin), tentara Ali mendesak tentara Mu’awiyah yang membuat Mu’awiyah mengangkat Alquran keatas dengan tangan kanannya sebagai icon perdamaian diantara mereka. Syi’ah (orang yang fanatik terhadap Ali), yang ada dipihak Ali, mendesak agar Ali menerima tawaran itu dan dilakukanlah suatu cara yang disebut Tahkim/Arbitrase. Diangkatlah dua orang sebagai perwakilan dari pihak mereka yakni Amr bin Az dari pihak Mu’awiyah dan Abu Musa Al-Asyari dari pihak Ali. Peristiwa ini sangat merugikan bagi Ali yang dimana ini berakhir dengan kedudukan Mu’awiyah sebagai khalifah yang tidak resmi.
            Sikap Ali yang menerima keputusan ini sungguh dalam keadaan terpaksa dan tidak disetujui oleh sebagian tentaranya karena mereka berpendapat, putusan hanya datang dari Allah dengan kembali pada hukum-hukum yang ada pada Alquran. La Hukma Illa Lillah (tidak ada hukum selain hukum dari Allah) menjadi semboyan mereka. Mereka yang memandang Ali telah berbuat salah meninggalkan dan memisahkan diri dari pihak Ali. Golongan inilah dalam sejarah Islam terkenal dengan nama Khawarij yang artinya orang yang keluar dan memisahkan diri.
            Dengan berpisahnya Khawarij, mengakibatkan Ali menghadapi dua musuh yaitu Khawarij dan Mu’awiyah. Alipun memusatkan perhatiannya untuk terlebih dahulu menghancurkan Khawarij. Setelah kalahnya Khawarij, Ali teramat sangat lelah untuk meneruskan peperangan dengan Mu’awiyah yang mengakibatkan mereka tetap berkuasa di Damaskus dan setelah wafatnya Ali, Ia dengan mudah memperoleh pengakuan sebagai khalifah umat Islam pada tahun 661 M.
            Persoalan politik inilah yang menjadi pondasi timbulnya persoalan teologi dalam Islam sehingga muncullah persoalan terkait siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Khawarij menganggap semua yang menerima putusan arbitrase adalah kafir dalam arti telah keluar dari Islam dan menganggap bahwa mereka harus dibunuh. Lambat laun konsep kafirpun mengalami perubahan. Yang dipandang kafir bukan lagi hanya orang yang tidak menentukan hukum dengan Alquran, tetapi juga orang yang melakukan dosa besar dipandang kafir.
            Persoalan yang membuat dosa besar ini pulalah yang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan sekte-sekte dalam teologi islam yang menimbulkan aliran seperti Khawarij yang berprinsip bahwa orang yang telah berbuat dosa besar adalah kafir dan wajib dibunuh. Kaum Murji’ah mengatakan bahwa orang yang melakukan dosa besar tetap masih mukmin dan bukan kafir, adapun soal dosa yang dilakukannya terserah kepada Allah Swt ingin mengampuninya atau tidak. Sedangkan Mu’tazilah sebagai aliran ketiga berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar bukanlah kafir dan bukan pula mukmin. Mereka menganggap bahwa orang-orang seperti ini akan menempati posisi diantara dua posisi.
            Dalam keadaan seperti ini timbul pula dua aliran teologi yang sangat kontroversial dengan nama Al-Jabariah dan Al-Qadariah. Menurut Jabariah,  manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya, manusia dalam tingkah lakunya bertindak atas paksaan Tuhan. Sedangkan menurut Qadariah, manusia mempunyai andil atau merdeka dalam menentukan kehendak dan perbuatannya.
            Aliran teologi Mu’tazilah yang bersifat rasional dan liberal, membuat kaum intetelegensia tertarik dan menjadikan teologi Mu’tazilah sebagi madzhab yang resmi dianut negara pada Kerajaan Islam Abbasiyah. Karena telah menjadi aliran resmi negara, kaum Mu’tazilah mulai bersikap pasrah dalam menyiarkan ajaran mereka. Terutama pada paham mereka yang menganggap bahwa Alquran itu bersifat makhluk dalam arti diciptakan bukan bersifat qadim dalam arti kekal dan tidak diciptakan. Lambat laun, terjadi tantangan keras terhadap Mu’tazila dari golongan tradisional Islam terutama golongan Hambali. Perlawanan ini kemudian mengambil bentuk aliran teologi tradisional yang disusun oleh Abu Al-Hasan Al-Asy’ari (932 M) dan sekaligus membentuk ajaran baru yang terkenal dengan nama teologi Al-Asy’ariah
            Disamping Asy’ariah, timbul pula perlawanan yang menentang alira Mu’tazilah yang didirikan oleh Abu Mansur Muhammad Al-Maturidi. Aliran ini dikenal dengan nama teologi Al-Maturidiyah yang dimana tidak bersifat setradisional Asy’ariah akan tetapi tidak pula seliberal Mu’tazilah. 


      Madzhab -  Madzhab Teologi Islam

a       Khawarij
Secara etimologi Khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti keluar,timbul atau memberontak. Menurut Harun Nasution ada pula pendapat yang mengatakan bahwa kata Khawarij diberikan atas surat An-Nisa ayat 100 yang di dalamnya disebutkan : “keluar dari rumah lari kepada Allah dan RasulNya”. Dengan demikian kaum Khawarij memandang diri mereka sebagai orang yang meninggalkan rumah dari kampung halamanya untuk mengabdikan diri kepada Allah dan RasulNya.

Khawarij merupakan kelompok yang tidak mengakui bahkan memberontak kepada Ali bin Abi Thalib setelah terjadinya Arbitrase antara Ali dan Mu’awiyah. Pada mulanya kelompok ini berada dipihak Ali ketika terjadi perang siffin antara Ali dan Mu’awiyah dan kelompok inilah yang mendukung Ali melakukan arbitrase, namun kelompok ini kesepakatan hasil dari arbitrase dan keluar dari kelompok Ali.
Adapun doktrin-doktrin dari sekte ini yakni :
·         Khalifah atau Imam harus dipilih secara bebas oleh kaum Muslimin.
·         Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab.
·         Siapapun berhak menjadi Khalifah apabila memenuhi syarat.
·         Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat Islam.
·         Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh jika melakukan kezaliman.
·         Khalifah sebelum Ali yakni Abu Bakar, Umar dan Utsman adalah sah.
·         Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh.
·         Seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula.
·         Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung maka ia wajib diperangi karena hidup dalam negara musuh, sedangkan golongan mereka sendiri dianggap berada dalam negara Islam.
·         Amar ma’ruf nahi mungkar
·         Memalingkan ayat-ayat Alquran yang samar-samar (Mutasyabihat)
·         Alquran adalah makhluk
·         Manusia bebas menentukan tindakannya, bukan dari Tuhan.


b      Murji’ah
Nama Murji’ah berasal dari kata irja’ atau arja’a yang bermakna penundaan, penangguhan dan pengharapan. Memberi harapan dalam artian memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan Allah Swt. Selain itu irja’a  juga bisa memiliki arti meletakkan di belakang atau mengemudikan yaitu orang yang mengemudikan amal dan iman. Oleh karena itu, Murji’ah berarti orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Mu’awiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.

Ada beberapa teori yang mengemukakan tentang asal-usul adanya Murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan Irja’a atau arja’ dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin kesatuan umat Islam ketika terjadinya pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari sektarianisme. Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja’ yang merupakan basis doktrin Murji’ah, muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Thalib Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah. Ada juga yang mengatakan Murji’ah adalah sahabat yang tidak menyetujui pendapat Khawarij.

Ada beberapa ajaran pokok penting dari Murji’ah yakni Iman adalah percaya kepada Allah dan RasulNya saja. Adapun amal dan perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Seseorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang diwajibkan dan melakukan dosa besar. Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan mudarat atas seseorang. Untuk mendapat ampunan,  manusia hanya cukup dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.


c       Jabariyah
Kata Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskan melakukan sesuatu. Jabariyah terbagi dalam dua sekte yakni Jabariyah Murni, yang menolak adanya perbuatan berasal dari manusia dan meamandang tidak memiliki kemampuan untuk berbuat sedangkan Jabariyah Pertengahan (Moderat), mengakui adanya perbuatan manusia, namun manusia tidak membatasi. Namun orang yang mengakui adanya perbuatan makhluk yang mereka namakan “kasb” bukan termasuk Jabariyah.

Mengenai paham Jabariyah , para ahli sejarah teologi Islam ada yang berpendapat bahwa kehidupan bangsa Arab yang dikelilingi gunung sahara telah mempengaruhi cara hidup mereka. Kebergantungan mereka terhadapa gurun sahara yang panas telah memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam.

Doktrin-doktrin Jabariyah secara umum dapat dipaparkan yakni Fatalisme, yakni kepasrahan total yang menganggap manusia tidak dapat melakukan apa-apa, tidak memiliki daya, dan dipaksa oleh Allah Swt. Surga dan Neraka tidak  kekal, tidak ada yang kekal selain Allah. Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapat ini sama dengan konsep iman yang diajarkan Murji’ah. Kalam Tuhan adalah makhluk. Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat.

d      Qadariyah
Qodariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu Qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Secara terminology, Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala perbuatan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Jadi, tiap-tiap orang adalah pencipta dari perbuatannya.

Para pakar teologi Islam tidak mengetahui pasti kapan paham ini timbul, tetapi menurut keterangan ahli lainnya, paham Qadariyah timbul pertama kali oleh seorang bernama Ma’bad Al-Juhani, menurut Ibn Nabatah, Ma’bad Al-Juhani dan temannya, Ghailan Al-Dimasyiqi mengambil paham ini dari seorang Kristen yang masuk Islam di Irak. Dan menurut Zahabi, Ma’bad adalah seorang tabi’i yang baik dan iapun menentang kekuasaan Bani Umayah. Dalam pertempuran dengan Al-Hajjad tahun 80 H, dia mati terbunuh.

Secara garis besar, doktrin Qadariyah pada dasarnya berkisar tentang takdir Tuhan, yakni manusia berkuasa atas segala perbuatannya. Takdir adalah ketentuan Allah Swt yang diciptakanNya bagi seluruh alam semesta beserta seluruh isinya, sejak zaman azali yaitu hukum dalam istilah Alquran disebut Sunnatullah.

e      Mu’tazilah
Secara harfiyah kata Mu’tazilah berasal dari kata I’tazalah yang berarti berpisah atau memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau mejauhkan diri. Secara teknis Mu’tazilah menunjuk pada dua golongan yaitu golongan pertama muncul sebagai respon politik, yakni bersikap lunak dalam menyikapi pertentangan antara Ali dan lawan-lawannya. Menurut Abdul Rozak golongan inilah yang pertama-tama disebut Mu’tazilah karena mereka menjauhkan diri dari pertikaian masalah imamah. Golongan kedua, muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang diantara kalangan Khawarij dan Murji’ah tentang pemberian status kafir kepada orang yang berbuat dosa besar

Ajaran-ajaran dasar teologi Mu’tazilah juga disebut dengan Al-Ushul Al-Khamsah yaitu At-Tauhid. At-Tauhid atau pengesaan Tuhan merupakan prinsip utama dari intisari ajaran Mu’tazilah. Sebenarnya, semua doktrin aliran teologi dalam Islam memegang doktrin ini. Namun tauhid dalam paham Mu’tazilah mengandung arti yang spesifik seperti, Tuhanlah satu-satunya yang Esa, yang unik dan tidak satupun menyamainya karena itu Dia-lah yang qadim.  Bila ada yang qadim lebih dari satu maka telah terjadi ta’adud alqudama (terbilangnya zat yang berpermulaan). Mu’tazilah menolak konsep Tuhan memiliki sifat-sifat, penggambaran fisik, dan Tuhan dilihat dengan mata kepala.

Ajaran tentang keadilan ini berkait erat dengan beberapa hal seperti :
·         Perbuatan Manusia.
Menurut Mu’tazilah melakukan dan menciptakan perbuatannya sendiri, terlepas dari kehendak dan kekuasaan Tuhan, baik secara langsung maupun tidak. Konsep ini memiliki konsekuensi logis dengan keadilan Tuhan yaitu apapun yang akan diterima manusia diakhirat merupakan balasan perbuatannya di dunia
·         Berbuat baik dan terbaik
Maksudnya adalah kewajiban Tuhan untuk berbuat baik, bahkan terbaik untuk manusia. Tuhan tidak mungkin jahat dan penganiaya karena hal tersebut tidak layak bagi Tuhan. Jika Tuhan berlaku jahat pada seseorang atau orang lain berarti dia tidak adil maka Tuhan pastilah berbuat yang terbaik bagi manusia.

·         Mengutus Rasul
Mengutus Rasul bagi manusia merupakan kewajiban dari Tuhan dengan alasan Tuhan wajib berlaku baik kepada manusia. Alquran secara tegas menyatakan kewajiban Tuhan untuk memberikan belas kasih kepada manusia. Tujuan diciptakan manusia adalah untuk beribadah kepadaNya. Agar tujuan tersebut berhasil tidak ada jalan lain, selain mengutus rasul. Al Wa’ad wa Al Wa’id (janji dan ancaman Tuhan). Tuhan yang Maha adil dan bijaksana tidak melanggar janjiNya yaitu untuk memberi pahala surga bagi yang berbuat baik dan mengancam siksa neraka atas orang yang durhaka
Al-Amru bi Al-Ma’ruf wa an-Nahyi an-Munkar berarti menyuruh kebaikan dan mencegah kemungkaran dalam paham Mu’tazilah ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan paham ini yaitu : 1. Dia mengetahui perbuatan yang disuruh itu memang ma’ruf dan yang dialarang itu memang munkar. 2. Ia mengetahui bahwa kemunkaran telah nyata dilakukan oleh orang. 3. Ia mengetahui bahwa perbuatan amr ma’ruf atau nahy munkar tidak akan membawa mudharta yang lebih besar. 4. Ia mengetahui atau paling tidak menduga bahwa tindakannya tidak akan membahayakan dirinya dan hartanya.


      Syi’ah
Syi’ah secara bahasa berarti pengikut, pendukung, partai atau kelompok sedangkan secara terminology adalah sebagian kaum muslimin yang dalam bidang spiritual dan keagamaanya selalu merujuk kepada keturunan Nabi Muhamammad Saw, atau orang yang disebut sebagai ahl-bait.

Meurut Abu Zahra, Syi’ah mulai muncul pada akhir masa pemerintahan Utsman bin Affan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Adapun menurut Watt, Syi’ah benar-benar muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyah pada perang siffin. Dalam respon ini golongan yang mendukung Ali disebut Syi’ah dan yang menolak Ali disebut Khawarij.

Adapun ajaran-ajaran Syi’ah :
·         Tauhid
Tuhan adalah Esa baik ekstensi maupun esensiNya. Keesaan adalah mutlak. Keesaan Tuhan tidak murakkab (tersusun). Tuhan tidak membutuhkan sesuatu, Ia berdiri sendiri dan tidak dibatasi oleh ciptaanNya.

·         Nubuwah
Setiap makhluk membutuhkan petunjuk, baik petunjuk dari Tuhan maupun dari manusia. Rasul merupakan petunjuk hakiki utusan Tuhan yang diutus untuk memberikan acuan dalam membedakan antara baik dan buruk di alam semesta. Tuhan telah mengutus 124.000 nabi untuk memberikan petunjuk kepada manusia.

·         Ma’ad
Ma’ad adalah hari akhir untuk menghadapi Tuhan diakhirat. Mati adalah kehidupan transit dari kehidupan dunia menuju kehidupan akhirat.

·         Imamah
Imamah adalah institusi yang dianugerahkan Tuhan untuk memberikan petunjuk manusia yang dipilih dari keturunan Ibrahim dan dilegasikan kepada keturunan Muhammad Saw.

·         Adil
Tuhan menciptakan kebaikan di alam semesta ini merupakan keadilan. Tuhan memberikan akal kepada manusia untuk mengetahui perkara melalui perasaan. Manusia dapat menggunakan inderanya untuk melakukan tindakan, baik perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Jadi manusia dapat memanfaatkan potensi berkehendak sebagai anugerah Tuhan untuk mewujudkan dan bertanggung jawab atas perbuatannya.

g     Ahlus-Sunnah wal Jama’ah
Ungkapan diatas, sering disebut dengan Sunni dan dapat dibedakan menjadi dua pengertian yaitu umum dan khusus.Sunni dalam pengertian umum adalah lawan dari Syi’ah dalam artian ini, golongan Asy’ariah dan Mu’tazilah masuk dalam golongan Sunni. Dalam pengertian khusus, Sunni adalah madzhab dalam barisan Asy’ariah dan merupakan lawan dari Mu’tazilah. Selanjutnya trem ahlussnnah banyak dipakai setelah munculnya aliran Asy’ariah dan Maturudiyah, dua aliran yang menentang Mu’tazilah.

·        Ajaran Asy’ariah
Asy’ariah sendiri tidak lepas dari sosok Abu Hasan Al-Asy’ari yang berani dan menentang paham ajaran Mu’tazilah. Sebelumnya beliau adalah pengikit paham Mu’tazilah hingga sampai pada usia 40 tahun, secara tiba-tiba ia mengumumkan pengunduran dirinya dari paham Mu’tazilah dihadapan jamaah Masjid Basrah dan menunjukkan keburukan-keburukannya. Menurut Ibn Asakir, yang melatar belakanginya sehingga keluar dari paham Mu’tazilah adalah dikarenakan oleh pengakuan Asy’ari yang telah bermimpi sebanyak tiga kali bertemu dengan Rasulullah pada bulan ramadhan. Namun menurut pendapat lain, dikarenakan karena beliau mendapati sebuah keragu-raguan ketika dia memepertanyakan hal tentang mukmin dewasa, anak-anak, dan kaum kafir kepada Al-Jubba’i.

·          Tuhan dan sifat-sifatNya
Al-Asy’ari berhadapan dengan dua pandangan ekstrim. Disatu pihak dia berhadapan dengan kelompok mujassimah (antromorfis) dan kelompok musyabbihah yang berpendapat bahwa Allah memiliki sifat yang disebutkan dalam Alquran dan Sunnah dan sifat-sifat itu harus dipahami menurut arti harfiahnya. Dipihak lain dia berhadapa dengan Mu’tazilah yang berpendapat bahwa sifat-sifat Allah tidak lain esensiNya.
Merespon pendapat dari kelompok-kelompok itu Asy’ariah berpendapat, bahwa Allah memiliki sifat-sifat itu seperti mempunyai tangan, kaki, tetapi ini tidak boleh diartikan secara harfiah, melainkan secara simbolis sehingga Asy’ariah menyimpulkan bahwa sifat itu tidak boleh disetarakan dengan sifat yang dimiliki manusia.

·         Kebebasan dalam berkehendak
Dalam kebebasan berkehendak Al-Asy’ari membedakan antara khaliq dan kasb. Menurutnya Allah adalah khaliq (pencipta) perbuatan manusia, tetapi manusialah yang mengupayakannya, (muktasib) akal,wahyu, dan kriteria baik-buruk.

·         Qadimnya Alquran
Al-Asy’ari mengatakan, walaupun Alquran teridiri atas kata-kata, huruf dan bunyi, semuanya tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya tidak qadim. Namun Alquran tidaklah diciptakan.

·         Melihat Allah
Asy’ari meyakini bahwa Allah dapat dilihat dihari akhir tetapi tidak dapat digambarkan. Kemungkinan rukyat dapat terjadi manakala Allah sendiri yang menyebabkan dapat dilihat atau bilamana dia menciptakan kemampuan penglihatan manusia untuk dapat melihatNya.

·         Keadilan
Allah adalah penguasa mutlak, jadi Dia tidak memiliki keharusan apapun.

·         Kedudukan orang yang berdosa
Al-Asy’ari berpendapat, bahwa mukmin yang melakukan dosa besar adalah mukmin yang fasik, sebab iman tidak mungkin hilang karena dosa kecuali kufur.


·         Ajaran Maturidiyah
Abu Mansur Al-Maturidi hidup pada masa khalifah Al-Mutawakil. Ia adalah pengikut paham Abu Hanifah dan paham-paham teologisnya banyak persamaannya dengan paham yang dimajukan oleh Abu Hanifah. Sistem teologi Abu Mansur dikenal dengan nama Maturidiyah.

·         Akal dan Wahyu
Menurut Al-Maturidi, mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Kemampuan akal dalam mengetahui hal tersebut sesuai dengan ayat Alquran yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam usaha memperoleh pengetahuan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk cipataanNya. Dalam masalah baik dan buruk Maturidi berpendapat penentu baik dan buruk sesuatu terletak pada sesuatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syariah hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu.

·            Perbuatan Manusia.
Perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaanNya. Khusus mengenai perbuatan manusia, kebijaksanaan, dan keadilan kehendak Tuhan mengharuskan manusia memiliki kemampuan berbuat (ikhtiar) agar kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakan. Tuhan menciptakan daya (kasb) dalam diri manusia dan manusia bebas memakainya. Daya-daya tersebut diciptakan bersamaan dengan manusia. Dengan demikian tidak ada pertentangan antara qudrat Tuhan yang telah menciptakan perbuatan manusia dan ikhtiar yang ada pada manusia.

·            Kekuasaa dan kehendak mutlak Tuhan
Qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang, tetapi perbuatan dan kehendakNya, itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkanNya.

·            Melihat Tuhan
Manusia dapat melihat Tuhan, hal ini diberitakan oleh Alquran dalam firmanNya surah Al-Qiyamah ayat 22-23. Maturidi lebih lanjut mengatakan bahwa Tuhan kelak dapat dilihat di akhirat. Dapat dilihat dengan mata karena Tuhan memiliki wujud walaupun ia immateri. Namun melihat Tuhan kelak di akhirat tidak dalam bentuknya (bila kaifa), karena keadaan di akhirat tidak sama dengan keadaan di dunia.

·         Kalam Tuhan
Ini dibedakan antara kalam (sabda) yang tersusun dengan huruf dan berusara dengan kalam nafsy (sabda yang sebenarnya). Kalam nafsy adalah sifat yang qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan kata-kata adalah bahar (hadis).

·            Pengutusan Rasul
Akal memerlukan bimbingan ajaran wahyu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban. Jadi pengutusan rasul berfungsi sebagai sumber informasi. Tanpa mengikuti ajaran wahyu yang disampaikan rasul, berarti manusia telah dibebankan kepada sesuatu yang berada di luar kemampuannya.


·            Pelaku Dosa Besar
Maturidi berpendapat, orang yang melakukan dosa besar tidak kafir dan tidak kekal dalam neraka walaupun dia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Menurut Al-Maturudi, iman itu cukup dengan tashdiq dan iqrar. Sedangkan amal adalah penyempurna iman. Oleh karena itu, amal tidak akan menambah atau mengurangi esensi iman, kecuali hanya menambah atau mengurangi sifatnya saja.

    Ahmadiyah
Berbicara tentang Ahmadiah tidak akan terpisah dari pembahasan tentang siapa Mirza Ghulam Ahmad sebagai Pendiri dan pelopor lahirnya gerakan al-jamaah al-Islamiyah al-Ahmadiyah.
Setelah kematian ayahnya, Ghulam Ahmad lebih memfokuskan diri untuk menulis beberapa artikel untuk membela ajaran-ajaran Islam dari serangan yang dilancarkan oleh berbagai golongan hususnya Nasrani dan Arya Samaj di beberapa media masa. Pada tahun 1880, Ghulam Ahmad menerbitkan sebuah buku yang sangat monumental yaitu Barahin Ahmadiyah yang berisi tentang keunggulan-keunggulan ajaran Islam dan ketinggian Al-Quran dibandingkan agama Nasrani, Hindu, Arya Samaj, dan agama-agama lainnya. Dengan penerbitan buku Barahin Ahmadiyah itu banyak timbul pro-kontra antar umat beragama di India . Sedangkan oleh umat Islam sendiri buku itu disambut dengan suka cita karena telah dianggap membela ajaran agama Islam.
 Selain berisi tentang keunggulan-keunggulan Islam dari agama-agama lain, dalam buku Barahin Ahmadiyah terdapat pendakwaan bahwa Ghulam Ahmad adalah seorang mujadid abad ke 14 M. Pada tahun 1883 banyak dari kalangan umat Islam yang ingin melakukan baiat menjadi muridnya, namun  Ghulam menolaknya dengan alasan belum mendapatkan perintah untuk menerima baiat. Pada tahun 1888 M, setelah Ghulam Ahmad mendapatkan ilham untuk menerima baiat muridnya, sebanyak 40 orang melakukan baiat kepadanya. Dan sejak tahun 1889  al-jamaah al-Islamiyah al-Ahmadiyah resmi berdiri.
 Tidak lama setelah pengakuan dirinya sebagai seorang mujadid abad ke 14 M, Ghulam Ahmad mengaku telah menerima wahyu bahwa Nabi Isa telah wafat, sedangkan al-Masih yang dijanjikan kedatangannya oleh Nabi Muhammad adalah Gulam Ahmad sendiri. Setelah pengakuan dirinya sebagai Al-Masih al Maud dan pendakwaan dirinya sebagai Imam Mahdi, gemparlah seluruh umat beragama di India saat itu, baik itu di golongan umat Islam sendiri maupun kelompok Nasrani. Banyak orang yang mengkritik dan mengklaim Ghulam sebagai kafir dan sesat, namun di lain pihak banyak pula yang mendukung dan menjadi pengikutnya dengan melakukan bai’at kepadanya. Penentangan terhadap Ghulam pun semakin menjadi-jadi semenjak tahun 1901 yaitu ketika dia mendakwakan dirinya sendiri sebagai seorang “Nabi Dzilli” dan ummati’ (nabi bayangan dan nabi umat Muhammad)
      Umat Islam ketika itu selalu menunggu-nunggu kedatangan Imam Mahdi yang dipercaya akan datang di ahir zaman untuk menegakkan keadilan, mebembebaskan manusia dari ketertindasan, kemiskinan dan kebodohan. Beberapa tahun sebelum Ghulam mengaku sebagai Imam Mahdi, telah terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh seseorang yang mengaku dirinya sendiri sebagai Imam Mahdi terhadap pemerintahan Inggris di Sudan serta telah terjadi pemberontakan Munity di India, hal itu menimbulkan kecurigaan pemerintahan Inggris kepada Ghulam bahwa dia berncana melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Inggris. Belum lagi keadaan mayoritas umat Islam Ketika itu banyak menganggap bahwa jihad terbesar adalah dengan mengangkat senjata dan melakukan perlawanan fisik demi menegakkan hukum Allah, hal itu semakin menguatkan kecurigaan Inggris terhadap Ghulam
            Meskipun ada beberapa doktrin yang sepertinya melenceng dari ajaran Islam pada umumnya, sumbangsih Ghulam ahmad sebagai pendiri aliran Ahmadiyah tidak bisa dianggap kecil. Selama hidupnya, Ghulam telah banyak melakukan perjuangan dan pembelaan terhadap umat Islam. Cita-citanya untuk menegakkan kembali puing-puing kejayaan Islam dengan jalan damai telah banyak menginspirasi umat Islam baik pada masa dia hidup bahkan sampai beberapa tahun kemudian dan hingga kini. Namun kesempatannya untuk terus memberikan sumbangsih kepada umat harus berahir karena pada tanggal 26 Mei 1908 Ghulam Ahmad wafat di Lahore dan dikebumikan di Qadian.

Doktrin teologi Ahmadiyah dalam konsep Syariat Jihad :
-        Jihad Asghar
            Jihad asghar dikategorikan sebagai jihad kecil, yaitu jihad dengan melalui peperangan fisik dan senjata. Kaum orientalis Barat sering kali salah dan keliru memandang bahwa jihad dalam Islam diartikan sebagai perang suci (holy war) untuk menegakkan agama Islam. Namun hal itu tidak semata-mata kesalahan kaum orientalis namun hal itu juga merupakan kesalahan yang disebabkan oleh umat Islam sendiri, hususnya kaum ulama fikih yang memaknai jihad dalam makna qital (perang), banyak dari merka menjadikan qital sebagai sinonim dari jihad. Yang kemudian hal itu membuat jihad seolah-olah identik dengan qital
            Ghulam mengecam keras pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah, meskipun pemerintahan tersebut dipimpin oleh pemerintahan kafir, apalagi melakukan pemberontakan atas nama jihad, karena pemberontahan akan merugikan umat Islam sendiri yang ketika itu umat Islam dalam keadaan sangat lemah dan juga akan merusak citra agama Islam yang menjunjung tinggi persaudaraan, akhlak mulia dan kasih sayang menjadi citraan sebagai agama yang anarkis.

-          Jihad Kabir
            Jihad kabir yaitu jihad dalam bentuk menyebarkan nilai-nilai ajaran al-Quran dan Islam. Jihad semacam ini disebut sebagai jihad besar (QS. Al-Furqan [25]:52), Jihad bentuk ini dikatakan oleh Ghulam lebih cocok  dengan situasi dan kondisi  umat Islam saat ini. Karena musuh-musuh Islam telah melakukan penyerangan dalam Islam dengan berbagai tulisan yang menyudutkan dan merusak nama baik Islam. Maka umat Islam seharusnya tidak melakukan jihad dengan kekerasan tetapi dengan “jihad ruhani” (secara spiritual) dan “jihad bi al-qalam” (jihad dengan pena)

-          Jihad Akbar
            Jihad akbar (jihad yang terbesar) yaitu perjuangan melawan hawa nafsu. Berkenaan dengan usaha perjuangan melawan hawa nafsu untuk menciptakan tingkat kesempurnaan budi pekerti umat mnusia, Ghulam memiliki perangkat landasan pemikiran tersendiri. Landasan pemikiran ini adalah tentang kondisi atau pembawaan manusia di dunia setelah penciptaannya, yang bisa mencapai derajat yang tinggi dengan budi pekerti yang tinggi namun bisa juga jatuh ke dalam derajat yang rendah dengan budi pekerti yang rendah.

Perbedaan Antara Ahmadiyah Lahore dan Qadiyan
            Terdapat dua kelompok Ahmadiyah. Keduanya sama-sama mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Isa al Masih yang telah dijanjikan Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi dua kelompok tersebut memiliki perbedaan prinsip:

-        Ahmadiyah Qadian
Ahmadiyah Qadian, di Indonesia dikenal dengan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (berpusat di Bogor), yakni kelompok yang mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang mujaddid (pembaharu) dan seorang nabi yang tidak membawa syariat baru.

Pokok-Pokok Ajaran Ahmadiyah Qadian sebagai berikut:
·         Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, laki-laki kelahiran Qadian, India sebagai Imam Mahdi dan Al-Masih yang dijanjikan kedatangannya di akhir zaman oleh Allah SWT.
·         Mengimani dan meyakini bahwa kitab Al-Quran adalah satu-satunya kitab suci.
·         Mengimani dan meyakini bahwa wahyu dan kenabian tidak terputus dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW. Mereka beranggapan bahwa risalah kenabian (nabi ummati/nabi pengikut Rasulullah SAW. yang hanya mengikuti syariat Islam terus berlanjut sampai hari kiamat).
·         Mengimani dan meyakini bahwa Mekah dan Madinah tempat suci sebagaimana umat Islam pada umumnya.
·         Wanita Ahmadiyah dianjurkan menikah dengan laki-laki Ahmadiyah demi menjaga dan meneruskan keturunan rohani, namun laki-laki Ahmadiyah boleh menikah dengan wanita di luar Ahmadiyah.

-          Ahmadiyah Lahore
            Ahmadiyah Lahore, di Indonesia dikenal dengan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (berpusat di Yogyakarta). Secara umum kelompok ini tidak menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, melainkan hanya sekedar mujaddid dari ajaran Islam.
Selengkapnya, Ahmadiyah Lahore mempunyai keyakinan bahwa mereka:
·         Percaya pada semua aqidah dan hukum-hukum yang tercantum dalam al Quran dan Hadits, dan percaya pada semua perkara agama yang telah disetujui oleh para ulama salaf dan Ahlus-Sunnah wal Jama'ah, dan yakin bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir.
·         Nabi Muhammad SAW adalah khatamun-nabiyyin. Sesudahnya tidak akan datang nabi lagi, baik nabi lama maupun nabi baru.
·         Sesudah Nabi Muhammad SAW, malaikat Jibril tidak akan membawa wahyu nubuwat kepada siapa pun.
·         Apabila malaikat Jibril membawa wahyu nubuwwat (wahyu risalat) satu kata saja kepada seseorang, maka akan bertentangan dengan ayat: walâkin rasûlillâhi wa khâtamun-nabiyyîn (QS 33:40), dan berarti membuka pintu khatamun-nubuwwat.
·         Sesudah Nabi Muhammad SAW silsilah wahyu nubuwwat telah tertutup, akan tetapi silsilah wahyu walayat tetap terbuka, agar iman dan akhlak umat tetap cerah dan segar.
·         Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa di dalam umat ini tetap akan datang auliya Allah, para mujaddid dan para muhaddats, akan tetapi tidak akan datang nabi.
·         Mirza Ghulam Ahmad adalah mujaddid abad 14 H. Dan menurut Hadits, mujaddid akan tetap ada. Dan kepercayaan kami bahwa Mirza Ghulam Ahmad bukan nabi, tetapi berkedudukan sebagai mujaddid.
·         Percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad bukan bagian dari Rukun Islam dan Rukun Iman, maka dari itu orang yang tidak percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad tidak bisa disebut kafir.
·         Seorang muslim, apabila mengucapkan kalimah thayyibah, dia tidak boleh disebut kafir. Mungkin dia bisa salah, akan tetapi seseorang dengan sebab berbuat salah dan maksiat, tidak bisa disebut kafir.
·         Ahmadiyah Lahore berpendapat bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah pelayan dan pengemban misi Nabi Muhammad SAW.

No comments:

Post a Comment